Takdir Naga. Морган Райс
detik berikut dipastikan ia tak akan muncul ke permukaan lagi.
Thor mengulurkan tangannya, meraihnya dari belakang tulang selangka bocah itu, lalu mulai berenang bersamanya sambil menjaga kepala mereka berdua tetap berada di atas air. Thor mendengar suara menggeram dan saat ia berbalik, ia sangat terkejut melihat Krohn: pasti ia melompat ke dalam air untuk mengejarnya. Macan tutul itu berenang di sampingnya, ia mencoba mendekat ke arah Thor sambil mendengking. Thor merasa sedih telah membahayakan nyawa Krohn seperti saat ini – namun sangat sedikit yang bisa ia lakukan untuk Krohn.
Thor berusaha tak melihat ke sekelilignnya, ke arah air yang menggelegak kemerahan, ke arah makhluk-makhluk aneh yang timbul tenggelam. Seekor makhluk buruk rupa, dengan empat tangan dan dua kepala, muncul dan mendesis ke arahnya, lalu menyelam kembali ke dalam air, membuat Thor tersentak.
Thor berbalik dan melihat perahu sekitar dua puluh yar jauhnya, lalu berusaha berenang ke arahnya dengan rasa takut di dadanya. Ia gunakan satu lengan dan satu kakinya untuk menarik bocah itu. Bocah itu berontak dan berteriak, berusaha melepaskan diri darinya. Thor khawatir anak itu akan menenggelamkan mereka berdua.
“Bertahanlah!” seru Thor keras-keras, berharap si bocah akan mendengarkannya.
Untungnya, bocah itu memang mendengarnya. Thor sejenak merasa lega – sampai ia mendengar suara kecipak dan memalingkan kepalanya ke arah lain. Seekor makhluk menyembul, makhluk kecil dengan kepala kuning dan empat tentakel. Kepalanya persegi dan makhluk itu berenang ke arahnya, menggertak dan menggeram ke arahnya. Mahkluk itu tampak seperti seekor ular rattle yang hidup di laut, tapi kepalanya terlalu kotak. Thor balas menggertaknya saat binatang itu mendekat, dan ia bersiap untuk digigit olehnya – namun makhluk itu membuka mulutnya lebar-lebar dan meludahkan air laut ke arah Thor. Thor mengejapkan matanya, berusaha menyingkirkan air itu dari matanya.
Makhluk itu berenang mengelilingi mereka, dan Thor melipatgandakan kemampuannya untuk berenang lebih cepat, berusaha untuk menghindarinya.
Thor hampir berhasil dan ia semakin dekat dengan perahu ketika seekor makhluk lain menyembul tak jauh darinya. Makhluk itu panjang, gepeng dan berwarna jingga, dengan dua taring di mulutnya dan selusin kaki kecil. Makhluk itu punya ekor yang panjang dan memukul-mukulkannya ke segala arah. Makhluk itu tampak seperti lobster yang berdiri tegak lurus. Ia berenang di sekitar permukaan air seperti kutu dan mendesis ke arah Thor, berganti arah dan mengibaskan ekornya. Ekor binatang itu mencambuk lengan Thor dan ia menjerit kesakitan karena sengatannya.
Makhluk itu bergerak maju mundur, memukul-mukulkan ekornya terus menerus. Thor berharap ia dapat menghunus pedang dan menyerangnya – tapi hanya ada satu lengannya yang bebas dan ia membutuhkannya untuk berenang.
Krohn yang berenang di sisinya, berbalik dan menggeram ke arah makhluk itu dengan suara keras. Ia berenang tak gentar ke arah binatang buruk rupa, menakut-nakutinya hingga menghilang ke dalam air. Thor menarik nafas lega – sampai makhluk itu kembali muncul di sisinya yang lain, dan mencambuknya kembali. Krohn berputar dan mengejarnya, berusaha menangkapnya, ia berusaha menerkam binatang itu, tapi berulang kali gagal.
Thor berenang demi nyawanya sendiri, menyadari bahwa satu-satunya jalan untuk menyelamatkan diri adalah keluar dari laut ini. Setelah merasa berenang cukup lama, lebih keras dari yang pernah ia lakukan, akhirnya ia berhasil mendekati perahu yang bergoncang diterpa gelombang. Saat itu, dua bocah anggota Legiun yang lebih tua dan tak pernah berbicara pada Thor maupun kawan-kawannya, sedang menanti untuk menolongnya. Thor merasa berterima kasih karena mereka membungkuk dan menggapaikan tangan mereka.
Thor membantu bocah yang telah ditolongnya tadi untuk naik ke atas perahu. Dua anggota Legiun itu menarik lengannya dan menyeretnya.
Kemudian Thor menarik Krohn pada perutnya dan mengangkatnya dari air dan melemparkannya ke dalam perahu. Krohn mengeong dan dengan keempat cakarnya ia mendarat di perahu kayu, menggoyangkan badan untuk mengeringkannya. Ia meluncur menyeberangi lantai yang basah, ke sisi lain perahu. Lalu ia melompat mundur, berputar dan berlari ke pinggir, mencari Thor. Ia berdiri di sana, menuduk ke arah air dan memekik.
Thor menggapai dan meraih tangan salah seorang rekannya, dan baru saja menarik dirinya sendiri ke perahu kerika tiba-tiba ia merasa sesuatu yang kuat dan berotot melilitkan diri di pergelangan kaki dan pahanya. Ia memutar tubuhnya dan melihat ke bawah, hatinya membeku ketika ia melihat sesosok makhluk mirip seperti gurita berwarna hijau melilitkan tentakel di sekitar kakinya.
Thor menjerit kesakitan saat ia merasakan sengat makhluk itu menusuk dagingnya.
Thor menyadari jika ia tak melakukan sesuatu dengan cepat, ia akan mati. Dengan satu lengannya yang bebas, ia mengulurkan tangan ke sabuknya, mengemuarkan sebuah belati pendek, mencabutnya dan segera menusukkannya pada makhluk itu. Namun tentakel itu terlalu tebal, dan belati itu bahkan tak bisa menusuknya.
Makhluk itu marah. Kepalanya mendadak muncul ke permukaan, warnanya hijau, tanpa mata dan ada dua taring di lehernya yang panjang, satu di atas yang lainnya. Makhluk itu menganga memperlihatkan dua giginya yang tajam dan mendekat ke arah Thor. Thor merasa darah berhenti mengalir di kakinya, dan tahu ia harus segera bertindak. Seorang pemuda yang lebih tua berusaha menariknya, namun tangan Thor terlepas, dan ia kembali tercebur ke dalam air.
Krohn terus memekik, bulu-bulu di punggungnya berdiri, bersiap-siap masuk ke air. Namun Krohn tahu akan sia-sia menyerang makhluk itu.
Salah satu bocah senior maju ke depan dan berteriak:
“MERUNDUK!”
Thor merendahkan kepalanya saat seorang bocah melemparkan tombak. Tombak itu mendesis di udara namun meleset, melesat sia-sia dan tenggelam ke dalam air. Makhluk itu terlalu kecil, dan terlalu cepat.
Mendadak, Krohn melompat dari atas perahu dan kembali masuk ke dalam air, mendarat dengan taring terbuka dan menusukkan giginya yang tajam ke leher makhluk itu. Krohn menjepit dan mengayunkan makhluk itu ke kiri dan kanan, tidak melepaskannya.
Namun itu adalah sebuah pertempuran yang tak seimbang : kulit makhluk itu terlalu tebal dan terlalu berotot. Makhluk itu menghempaskan Krohn dari satu sisi ke sisi lainnya dan meleparkannya ke dalam air. Sementara itu makhluk mirip gurita semakin keras mencengkeram kaki Thor; sangat kuat sampai Thor merasa kehilangan oksigen. Tentakel itu membuatnya merasa terbakar, dan Thor merasa kakinya seperti hendak dicerabut dari tubuhnya.
Akhirnya, dengan putus asa, Thor membiarkan tangan seorang bocah yang hendak meraihnya dan pada saat yang sama bergerak ke samping, mencoba peraih pedang pendek di ikat pinggangnya.
Akan tetapi ia tak dapat meraihnya tepat waktu; ia tergelincir dan terjatuh dengan wajah pertama kali menghempas ke air.
Thor merasakan dirinya ditarik semakin jauh dari perahu. Makhluk itu menariknya semakin jauh ke dalam lautan. Ia ditarik ke belakang semakin cepat, dan ia menggapai-nggapai tanpa daya. Thor melihat perahu menghilang dari matanya. Berikutnya ia mengetahui dirinya telah ditarik jauh dari permukaan air, menuju kedalaman Laut Api.
BAB SEMBILAN
Gwendolyn berlari di padang rumput terbuka. Ayahnya, Raja MacGil, ada di sampingnya. Ia masih kecil, dan ayahnya juga tampak lebih muda. Jenggotnya pendek, dan tak ada jejak kelabu yang akan dimilikinya di kemudian hari, dan kulitnya bebas dari kerutan, lebih kencang dan bersinar. Ia tampak bahagia, tanpa beban dan tertawa lepas ketika ia memegang tangan putrinya dan berlari bersamanya di padang rumput. Inilah ayahnya dalam ingatan Gwendolyn.
Ia mengangkat dan menggendongnya di bahunya, berputar bersamanya lagi dan lagi, tertawa semakin keras dan Gwendolyn tertawa geli. Ia merasa aman dalam pelukan ayahnya, dan ia ingin saat ini tak pernah berakhir.
Namun ketika ayahnya menurunkan tubuhnya, sesuatu yang aneh terjadi. Mendadak hari berubah dari siang hari yang cerah menjadi senja. Ketika kaki Gwen menyentuh tanah, keduanya tak lagi menyentuh bunga-bunga di padang rumput. Namun terjebak dalam lumpur, hingga ke betisnya. Ayahnya kini terbaring di atas lumpur, beberapa kaki darinya – ia berubah menjadi tua, lebih tua dan sangat tua – dan ia terjebak di dalamnya. Di kejauhan tergoleklah makhkotanya yang berkilauan di tengah lumpur.
“Gwendolyn,” nafas ayahnya megap-megap. “Putriku.