Barisan Para Raja. Морган Райс
Itu penjagaan kematian, dan Thor mengganggu urusan pribadi keluarga ini.
Suasana di ruangan itu muram, wajah-wajah nampak serius. MacGil berbaring disandarkan di atas bantal, dan Thor lega melihat bahwa beliau masih hidup - setidaknya untuk saat ini.
Semua wajah berubah sekaligus, kaget saat Thor dan Reece tiba-tiba masuk. Thor menyadari seperti apa kejutan yang pasti terjadi, dengan kemunculan mereka tiba-tiba di tengah ruangan, keluar dari pintu rahasia di dinding batu.
"Itulah dia!" seseorang dari kerumunan berteriak, berdiri dan menunjuk Thor dengan kebencian. "Dialah yang mencoba meracuni raja!"
Para penjaga bersiap siaga terhadapnya dari semua penjuru ruangan itu. Thor tidak tahu apa yang harus dilakukan. Sebagian dari dirinya ingin berbalik dan melarikan diri, tapi ia tahu ia harus menghadapi massa yang marah ini, harus memiliki perdamaian dengan raja. Jadi dia menguatkan dirinya, karena beberapa penjaga berlari ke depan, mengulurkan tangan untuk meraihnya. Krohn, di sisinya, menggeram, memperingatkan para penyerangnya.
Ketika Thor berdiri di sana, ia merasakan panas tiba-tiba bangkit dalam dirinya, kekuatan bergelombang melalui dirinya; ia mengangkat satu tangan, tanpa sadar, dan mengulurkan telapak tangan dan mengarahkan energinya ke arah mereka.
Thor tercengang karena mereka semua berhenti di tengah langkahnya, beberapa meter jauhnya, seolah membeku. Kekuatannya, apa pun itu, menggenang dalam dirinya, membuat mereka berada jauh.
"Beraninya kau datang ke sini dan menggunakan sihirmu, nak!" Brom - jendral raja yang paling hevat - berteriak, menarik pedangnya. "Apakah mencoba membunuh raja kami sekali belum cukup?"
Brom mendekati Thor dengan pedang teracung; saat ia melakukannya, Thor merasakan sesuatu melintasi dirinya, sebuah perasaan yang lebih kuat dari yang pernah ia rasakan. Ia seketika menutup matanya dan berkonsentrasi. Ia merasakan energi di dalam pedang Brom, bentuknya, logamnya dan entah bagaimana, ia menjadi satu dengannya. Ia menghendaki untuk berhenti di benaknya.
Brom berdiri membeku di tengah jalan, dengan mata terbelalak.
"Argon!" Brom berputar dan berteriak. "Hentikan penyihir itu segera! Hentikan bocah itu!"
Argon melangkah dari keramaian, dan perlahan-lahan menurunkan tudungnya. Dia balas menatap Thor dengan kuat, mata terbakar.
"Aku lihat tidak ada alasan menghentikannya," kata Argon. "Ia tidak datang ke mari untuk mencelakai."
"Apa Anda gila? Dia hampir membunuh Raja kita!"
"Itu adalah apa yang Anda kira," kata Argon. "Itu bukanlah apa yang aku lihat."
"Biarkan dia," terdengar suara serak dan berat.
Semua orang berpaling ketika MacGil duduk. Dia memandang sekeliling, sangat letih lesu. Sangat jelas bahwa adalah perjuangan baginya untuk berbicara.
"Aku ingin menemui anak itu. Dia bukan orang yang menikamku. Aku melihat wajah pria itu, dan itu bukanlah dia. Thor tidak bersalah."
Perlahan-lahan, yang lain melonggarkan kewaspadaan mereka, dan Thor mengendurkan pikirannya, membiarkan mereka pergi. Para penjaga mundur, menatap Thor dengan waspada, seolah-olah ia dari alam lain, dan perlahan-lahan menempatkan pedang mereka kembali sarung pedangnya.
"Aku ingin melihatnya," kata MacGil. "Sendirian. Kalian semua. Tinggalkan kami."
"Baginda Raja," kata Brom. "Apa Anda benar-benar merasa aman? Hanya Anda dan bocah ini saja?"
"Thor tidak boleh disentuh," kata MacGil. "Sekarang tinggalkan kami. Kalian semua. Termasuk keluargaku."
Suatu keheningan yang amat sangat melanda ruangan tersebut saat semua orang saling menatap satu sama lain, tidak yakin dengan pasti apa yang harus dilakukan. Thor berdiri di sana, Thor tepaku di sana, hampir tidak dapat memahami semuanya.
Satu demi satu orang-orang itu, termasuk keluarga Raja, keluar dari ruangan itu, sebagaimana Krohn pergi bersama Reece. Ruangan itu, yang sekejap sebelumnya dipenuhi orang-orang, tiba-tiba menjadi kosong.
Pintu tertutup. Hanya ada Thor dan sang raja, berdua dalam keheningan. Ia hampir tidak bisa memercayainya. Melihat MacGil terbaring di sana, sangat pucat, kesakitan, melukai hati Thor lebih dari yang bisa ia katakan. Ia tidak tahu mengapa, tapi hampier seperti sebagian dari dirinya sekarat di sana juga, di ranjang itu. Ia menginginkan lebih dari apapun bagi sang raja supaya sembuh.
"Mari sini, anakku," kata MacGil dengan lemah, suaranya parau, nyaris berbisik.
Thor menundukkan kepalanya dan segera menuju ke sisi raja, berlutut di depannya. Raja mengulurkan pergelangan tangan yang lemas; Thor mengambil tangannya dan menciumnya.
Thor mendongak dan melihat MacGil tersenyum lemah. Thor terkejut merasakan air mata panas membanjiri pipinya sendiri.
"Junjunganku," mulai Thor, terburu-buru, tidak dapat menyimpannya lagi, "mohon percayalah. Saya tidak meracuni Anda. Saya mengetahui rencana tersebut hanya dari mimpi saya. Dari kekuatan yang tidak saya ketahui. Saya hanya ingin memperingatkan Anda. Tolong, percayalah-"
MacGil mengangkat telapak tangan, dan Thor terdiam.
"Aku salah terhadapmu," kata MacGil. "Memerlukan tertikam pria lain untuk menyadari bahwa itu bukan kau. Kau hanya mencoba menyelamatkan aku. Maafkan aku. Kau setia. Mungkin satu-satunya anggota kerajaanku yang setia.
"Betapa saya berharap bahwa saya salah," kata Thor. "Bagaimana saya berharap Anda selamat. Bahwa mimpi saya hanya ilusi; bahwa Anda tidak pernah dibunuh. Mungkin saya salah. Mungkin Anda akan selamat."
MacGil menggeleng.
"Waktuku telah tiba," katanya kepada Thor.
Thor menelan ludah, berharap itu tidak benar, tetapi ia merasakannya.
"Apakah Anda tahu siapa yang melakukannya tindakan mengerikan ini, tuanku?" Thor menanyakan pertanyaan yang telah membakar pikirannya sejak ia melihat mimpi itu. Ia tidak bisa membayangkan siapa yang ingin membunuh raja, atau mengapa.
MacGil menatap langit-langit, berkedip dengan susah payah.
"Aku melihat wajahnya. Itu adalah wajah aku kenal dengan baik. Tapi karena beberapa alasan, aku tidak bisa mengatakannya."
Ia berpaling dan menatap Thor.
"Itu tidak masalah sekarang. Waktuku sudah tiba. Apakah oleh tangannya, atau oleh orang lain, pada akhirnya masih tetap sama. Yang penting sekarang," katanya, dan mengulurkan tangan dan meraih pergelangan tangan Thor dengan kekuatan yang mengejutkannya, "adalah apa yang terjadi setelah aku pergi. Kita akan menjadi sebuah kerajaan tanpa seorang raja."
MacGil menatap Thor dengan saksama. Thor tidak mengerti. Thor tidak tahu dengan tepat apa yang beliau katakan - apakah itu, jika ada, yang beliau minta. Thor ingin bertanya, tapi ia bisa melihat betapa sulitnya bagi MacGil untuk bernapas, dan tidak ingin mengambil risiko menyelanya.
"Argon benar tentang kau," katanya, perlahan-lahan melepaskan genggamannya. "Takdirmu jauh lebih hebat dibandingkan aku."
Thor merasakan sengatan kejutan melalui tubuhnya atas kata-kata sang raja. Takdirnya? Lebih hebat dibandingkan Raja? Gagasan bahwa sang Raja akan peduli untuk membahas tentang Thor dengan Argon adalah lebih dari yang bisa dipahami Thor. Dan fakta bahwa ia mengatakan takdir Thor lebih besar dari takdir sang Raja - apa yang mungkin ia maksudkan? Apakah Raja MacGil mengalami delusi dalam momen-momen terakhirnya?
"Aku memilihmu...Aku membawamu ke dalam keluargaku untuk sebuah alasan. Apa kau tahu apa alasannya?
Thor menggelengkan kepalanya, sangat ingin mengetahuinya.
"Tidakkah kau tahi mengapa aku menginginkanmu di sini, hanya kau, dalam momen-momen terakhirku?"
"Maafkan saya, tuanku," katanya, menggelengkan kepalanya. "Saya tidak tahu."
MacGil tersenyum lemah, saat matanya mulai terpejam.
"Ada tanah yang luas, jauh dari sini. Melampaui Alam Liar. Bahkan melampaui tanah pada Naga. Ini adalah tanah para Druid. Dari mana ibumu berasal. Kau harus pergi ke sana untuk mencari jawabannya."
Mata MacGil