Takdir. Морган Райс
adalah Roma. Dia melihat keluar, melihat pohon-pohon Cypress Italia, dan tahu ia tidak mungkin berada di tempat lain. Dia menyadari bahwa dia berdiri di puncak forum Romawi, rumput hijau, bukit dan lembah dan runtuh monumen membentang di depannya terdapat sebuah lereng. Ini membawa kembali kenangannya. Ia telah membunuh banyak orang di sini, kembali ketika dimana dia berada, dan ia hampir tewas di sini. Dia tersenyum memikirkan hal itu. Ini merupakan tempat yang indah.
Dan ini adalah tempat yang sempurna untuk mendarat. Pantheon berada tidak terlalu jauh, dan dalam beberapa menit, dia bisa menuju pada hakim dari Roman Grand Council, coven yang paling kuat, dan memiliki semua jawaban yang ia butuhkan. Dia akan segera tahu di mana Caitlin berada, dan jika semua berjalan dengan baik, ia akan mendapatkan izin mereka untuk membunuhnya.
Bukan berarti ia membutuhkannya. Itu hanya sopan santun, etiket vampir, tradisi selama ribuan tahun. Seseorang harus selalu meminta izin untuk membunuh di wilayah orang lain.
Tetapi jika mereka menolak, ia tidak akan mundur. Ini bisa membuat hidupnya sulit, tapi dia akan membunuh siapa saja yang menghalangi jalannya.
Kyle menarik napas dalam-dalam udara Roma, dan ia merasa berada di rumah. Sudah terlalu lama sejak ia telah kembali. Dia sudah terlalu terjebak dalam berada di New York, dalam politik vampir, dalam waktu dan tempat modern. Tempat ini sesuai dengan selera kyle. Dia bisa melihat kuda di kejauhan, jalan-jalan dari tanah, dan ia menduga kemungkinan ia berada pada abad kedelapan belas. Sempurna. Roma adalah sebuah kota, tapi masih naif, masih memiliki 200 tahun untuk mengejar ketertinggalan.
Saat Kyle memeriksa dirinya, ia melihat dia selamat dengan baik dalam perjalanan kembali ke masa lalu. Dalam perjalanan lain, ia telah banyak terluka, dan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih. Tapi tidak kali ini. Dia merasa lebih kuat dari yang pernah dia rasakan, dan dia siap untuk pergi. Dia merasa sayapnya akan segera tumbuh, dan ia bisa terbang langsung ke Pantheon jika ia mau, dan melaksanakan rencananya.
Tapi dia tidak cukup siap. Dia tidak pernah berlibur dalam waktu yang lama, dan rasanya sangat nyaman kembali ke masa lalu. Dia ingin berkeliling sebentar, untuk melihat dan mengingat apa yang sudah ia lakukan di sini.
Kyle menuruni bukit dengan kecepatan yang luar biasa, dan dengan sekejap ia keluar dari Forum menuju ke jalan yang ramai di Roma.
Dia heran bahwa bahkan 200 tahun sebelumnya, Roma masih sangat ramai seperti biasanya.
Kyle memperlambat langkahnya saat ia masuk ke kerumunan, berjalan bersama mereka. Itu kerumulan manusia. Boulevard yang lebar, masih terbuat dari tanah, menampung ribuan orang, bergegas ke segala arah. Disana juga terdapat kuda dengan segala bentuk dan ukuran, bersama dengan gerobak kudanya, gerobak dan kereta. Jalan itu dipenuhi dengan aroma manusia dan kotoran kuda. Semua itu sama seperti Kyle, kurang bersih, kurang mandi-sangat bau. Ini membuatnya sakit.
Kyle merasa dirinya berdesakan dari setiap arah, saat kerumunan semakin banyak dan lebih banyak, orang dari semua ras dan kelas bergegas ke sana kemari. Dia kagum pada etalase primitif, yang menjual topi Italia kuno. Dia kagum pada anak laki-laki kecil, berpakaian compang-camping, yang berlari ke arahnya, mengulurkan potongan buah untuk dijual. Beberapa hal tidak pernah berubah.
Kyle bertolak ke gang kumuh yang sempit, yang ia ingat dengan baik, berharap bahwa tempat itu masih seperti dulu. Dia sangat senang menemukan tempat tersebut: dihadapannya berdiri puluhan pelacur, bersandar di dinding, memanggilnya saat dia berjalan.
Kyle tersenyum lebar.
Saat ia mendekati salah satu dari mereka-wanita besar, montok dengan rambut diwarnai merah dan rias muka yang terlalu tebal-dia mengulurkan tangan dan membelai wajah Kyle dengan tangannya.
"Hei anak muda," katanya, "kau mencari kesenangan? Berapa banyak yang kamu punya?"
Kyle tersenyum, merangkul wanita itu, dan membawanya ke bawah gang disamping.
wanita itu dengan senang hati mengikuti.
Begitu mereka berbelok di tikungan, wanita itu berkata, "Kau tidak menjawab pertanyaan ku. Berapa banyak yang kamu punya- "
Itu adalah pertanyaan yang tidak pernah wanita itu selesaikan.
Sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, Kyle sudah menenggelamkan giginya jauh kedalam leher wanita itu.
Wanita itu mencoba berteriak, tapi mulutnya dijepit ditutup dengan tangan Kyle yang bergerak bebas, dan menariknya lebih dekat, minum dan minum. Dia merasakan darah manusia mengalir melalui pembuluh darahnya, dan ia merasa gembira. Dia sangat kering, dehidrasi. Perjalanan waktu telah menguras tenaganya, dan ini adalah persis apa yang dia butuhkan untuk mengembalikan semangatnya.
Saat ia merasa tubuh wanita itu melemas, dia mengisap lebih dan lebih, minum lebih dari yang ia butuhkan. Akhirnya, dia merasa benar-benar puas, ia membiarkan tubuh lemas wanita itu jatuh ke lantai.
Saat ia berbalik dan siap untuk keluar, seorang pria besar, tidak bercukur, gigi nya berlubag, mendekati Kyle. Dia mengeluarkan belati dari sabuknya.
Pria itu menatap wanita yang mati, kemudian menatap Kyle, dan meringis.
"dia adalah milikku," kata pria itu. "anda harus membayarnya dengan uang yang banyak untuk itu."
Pria itu mengambil dua langkah menuju Kyle, dan menerjang dia dengan belati.
Kyle, dengan refleksnya yang secepat kilat, mengesampingkannya dengan mudah, meraih pergelangan tangan pria itu, dan menariknya kembali dalam satu gerakan, mematahkan lengan pria itu. Pria itu menjerit, tapi sebelum ia bisa menyelesaikan jeritannya, Kyle menyambar belati dari tangan pria itu dan dengan gerakan yang sama, menyayat tenggorokannya. Dia membiarkan mayat pria itu jatuh lemas ke jalan.
Kyle menatap belati, sebuah benda kecil yang rumit dengan pegangan dari gading, dan mengangguk. Ini tidak begitu buruk. Dia menyelipkannya pada ikat pinggangnya dan menyeka darah dari mulutnya dengan punggung tangannya. Dia menarik napas dalam, dan akhirnya berjalan menyusuri gang dan kembali ke jalan utama.
Oh, dia sangat merindukan Roma.
BAB III
Caitlin berjalan dengan imam itu melintasi lorong gereja, dia melewati pembatas pintu depan dan membuka segel dari semua pintu masuk lainnya. Matahari telah terbenam, dan ia menyalakan obor saat ia pergi, secara bertahap memberikan pencahayaan pada ruangan yang luas.
Caitlin mendongak dan melihat semua salib besar, dan bertanya-tanya mengapa ia merasa begitu damai di sini. Bukankah vampir seharusnya takut gereja? Salib? Dia ingat rumah White Coven di biara New York , dan salib yang berjajar di dinding. Caleb telah mengatakan kepadanya bahwa ras vampir tertentu menganut gereja. Caleb telah terjun kedalam monolog panjang tentang sejarah ras vampir dan hubungannya dengan agama Kristen, tapi ia tidak mendengarkan dengan seksama pada saat itu, Caitlin sangat terbuai pada Caleb saat itu. Sekarang, dia berharap dia mengerti akan sejarah itu.
Imam vampir memimpin Caitlin melalui pintu samping, dan Caitlin menemukan dirinya menuruni beberapa tangga batu. Mereka berjalan menyusuri lorong abad pertengahan yang melengkung, dan ia terus membakar obor saat ia melewatinya.
"Saya tidak berpikir mereka akan kembali," katanya, mengunci pintu masuk lain saat ia pergi. "Mereka akan menyisir pedesaan untuk Anda, dan ketika mereka tidak menemukan Anda, mereka kembali ke rumah mereka. Itulah yang selalu mereka lakukan. "
Caitlin merasa aman di sini, dan dia sangat berterima kasih atas bantuan orang ini. Dia bertanya-tanya mengapa ia membantunya, mengapa ia telah mempertaruhkan hidupnya untuknya.
"Karena aku sama denganmu," katanya, berbalik dan melihat tepat ke arahnya, mata birunya menusuk kedalam dirinya.
Caitlin selalu lupa betapa mudahnya vampir bisa membaca pikiran satu sama lain. Tapi sejenak, ia lupa bahwa ia adalah salah vampire juga.
"Tidak semua dari kita takut akan gereja," katanya, menjawab pikirannya lagi. "Kau tahu bahwa ras kita terbagi. Ras kita-yang penuh kebajikan-membutuhkan gereja. Kami berkembang di dalamnya. "
Ketika mereka bertolak ke koridor lain, menuruni beberapa anak tangga, Caitlin bertanya-tanya kemana imam ini akan membawanya. Begitu banyak pertanyaan